Pada Januari 1963, Perdana Menteri Malaysia Tunku Abdul Rahman membentuk Federasi Malaysia yang terdiri dari Malaysia, Singapura, Sabah, Sarawak dan Brunei. Federasi Malaysia ini kemudian ditentang oleh Presiden Soekarno, karena Federasi ini dinilai merupakan “Boneka” buatan Inggris serta Neo-Colonialism dan Imperialism (NEKOLIM) untuk “mengurung” Indonesia.
Setelahnya sejumlah desakan penolahan terjadi. Presiden Soekarno marah kepada PM Tunku Abdul Rahman karena Pembentukan Federasi Malaysia akan mengundang kehadiran Inggris, Australia, Selandia Baru, bahkan AS. Berbagai demonstrasi pun terjadi, seperti Demonstrasi Anti Malaysia di Jakarta (1964), Demonstrasi Anti Inggris dan Anti Tunku Abdul Rahman di Jakarta (1964), dan Demonstrasi Anti Pakta Pertahanan Asia Tenggara (SEATO) yang dibentuk Negara-Negara Barat untuk “Mengurung” Indonesia.
Pada 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mengumumkan Dwi Komando Rakyat (DWIKORA). Dari gerakan ini, kemudian terdaftar 21 juta Sukarelawan dan Sukarelawati DWIKORA dari seluruh Indonesia, mulai dari Angkatan Laut RI (ALRI), dari Organisasi Nahdlatul Ulama, dari Kepolisian Negara RI, hingga dari Satuan Angkatan Darat RI.
Pada 1965, Presiden Soekarno memberangkatkan para Sukarelawan dan Sukarelawati DWIKORA ke Kalimantan dan Riau. Sukarelawati DWIKORA berangkat ke Perbatasan Kalimantan Utara menggunakan Kapal laut.
Di antara Sukarelawati, terdapat Widaningsri Soesilo Soedarman, istri dari Letkol Soesilo Soedarman. Berkat perjuanganya, Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letjen Ahmad Yani menganugerahkan SURAT PENGHARGAAN Kepada Widaningsri Mohamad pada 21 Juli 1965.