Jembatan Bantar yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Gubernur DIY memiliki sejarah panjang terhadap perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Bangunan ini bisa dikembangkan sebagai salah satu destinasi wisata.
Jembatan Bantar ini berupa jembatan gantung dengan panjang 180 meter. Jembatan ini dibangun pada masa pemerintahan Belanda dan telah diresmikan pada 17 Juni 1929 silam ini. Pada 28 Juni 2021, Jembatan Bantar ditetapkan sebagai struktur bangunan cagar budaya melalui Keputusan Gubernur DIY No.171/KBP/2021.
“Jembatan Bantar memiliki nilai historis terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Ini bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah,” kata Bupati Kulonprogo Sutedjo saat meninjau Monumen dan Museum Perjuangan Jembatan Bantar, Jumat (24/9/2021).
Jembatan ini menghubungkan Kabupaten Kulonprogo dengan Kabupaten Bantul yang dibangun di atas Sungai Progo. Jembatan ini menjadi bukti perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan sejarah penjajahan Belanda ketika menduduki bangsa ini. Baca Juga Polisi Buru Pengemudi Truk Kontainer yang Kabur Usai Kecelakaan dengan Bus di Kulonprogo “Adanya dokumen sejarah dan wisata di Towil Fiest tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Seperti wisatawan domestik bisa mempelajari sejarah, dan wisatawan mancanegara bisa bernostalgia,” kata Sutedjo.
Ketua Dewan Kurator Museum Soesilo Soedarman yang turut melestarikan sejarah di Jembatan Bantar, Indroyono Soesilo mengatakan, jembatan ini dirancang pada 1916 sebagai jembatan gantung dengan teknologi modern pada zamannya. Jembatan gantung dipilih karena Sungai Progo lebar dan kerap banjir sehingga dibuat 2 tiang pancang.
Pembangunan dimulai 1917, namun terhenti karena harga baja meroket pasca Perang Dunia-I. Pembangunan dilanjutkan pada 1928 dan selesai 1929. Baja didatangkan dari Belanda lewat kapal laut dana diturunkan di Cilacap. Selanjutnya dibawa dengan kereta ke Stasiun Sentolo.
“Jembatan Bantar diresmikan oleh Gubernur Yogyakarta JE Jasper pada 17 Juni 1929. Total Pembangunan jembatan, sebesar 455.000 Gulden, dibagi rata antara Pemerintah Kolonial Belanda dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat,” katanya.
Jembatan ini menjadi salah satu titik pertempuran Belanda dengan TNI melalui strategi perang gerilya. Pada Februari 1949, pasukan TNI menyerang kedudukan Belanda di Jembatan Bantar. Selain itu juga pada 1 Maret 1949 untuk mencegah Belanda memperkuat kekuatan di Kota Yogyakarta yang diserang TNI.
“Pada 1 Maret 1995, Jembatan Bantar diresmikan sebagai Monumen Perjuangan oleh Menko Polkam RI pada waktu itu, Jenderal (Purn) Soesilo Soedarman, selaku Ketua Umum Pagubuyan Wehrekreise III,” katanya.
